APA
YANG HARUS DILAKUKAN KETIKA HASIL PENGUJIAN BESI DILAPANGAN TIDAK MEMENUHI
STANDAR?
APA
PERBEDAAN BJTS 420A DAN 420B?
Proyek
Konstruksi Beton tidak akan terlepas dari penggunaan baja tulangan sebagai
material yang menahan tarik. Seperti yang sudah kita pelajari di bangku kuliah,
karakteristik beton adalah sangat baik dalam menahan tekan, oleh karena itu
mutu beton selalu dinotasikan dengan lambing f’c. Notasi ini sebenarnya mengacu
pada ACI (American Concrete Institute),
sebuah lembaga yang mengatur standar peraturan mengenai struktur beton di
Amerika Serikat. Maksud dari f’c menurut ACI adalah compressive strength of concrete atau kuat tekan beton, tanda aksen (‘) merujuk
pada compressive atau tekan. Oleh
karena beton hanya mampu dalam menahan tekan, sehingga untuk menahan bagian
tariknya maka perlu ditambahkan baja/besi tulangan. Penambahan baja/besi
tulangan pun tidak sembarangan, perlu dilakukan analisis secara mekanika berapa
besar gaya/momen yang dihasilkan sehingga kebutuhan jumlah dan diameter
tulangan yang digunakan tepat dan sesuai. Bukan hanya itu saja, mutu dari
tulangan yang digunakan tersebut pun harus sesuai dengan standar yang berlaku.
Saat
ini di Indonesia, standar atau SNI yang mengatur mengenai karakteristik baja
tulangan telah diperbarui, dengan revisi terakhir adalah pada tahun 2017 yaitu
SNI-2052 2017 yang menggantikan SNI 2052-2014 sebelumnya. Perbedaan antara
kedua versi SNI tersebut juga cukup signifikan, dimana terdapat perubahan pada
penamaan mutu baja dan batas izin kuat leleh (fy) yang meningkat sebagaimana
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
SNI 2052 2014
SNI 2052 2017
Terlihat
bahwa berdasarkan perbandingan sifat mekanis diatas, terdapat perbedaan bukan?
Sebagai contoh jika kita merujuk peraturan lama maka kita akan menggunakan
kelas baja tulangan BJTS 40 dengan nilai kuat leleh fy=390 MPa. Akan tetapi
jika menggunakan peraturan terbaru makan kode BJTS 40 sudah diganti menjadi BJTS 420A dan BJTS 420B yang sama-sama memiliki nilai kuat leleh minimum fy=420
MPa. Nilai kuat leleh ini meningkat dari sebelumnya, artinya jika menggunakan
SNI terbaru maka kuat leleh dalam perhitungan akan lebih besar.
Sekarang muncul lagi
pertanyaan, apa perbedaan BJTS 420A dan BJTS 420B???
Jika
dilihat dari tabel yang sama diatas, perbedaan keduanya terletak pada nilai regangan minimum yang diizinkan. Untuk
tulangan diameter 19mm, maka:
a.
BJTS 420A = regangan
minimum 9%
b.
BJTS 420B = regangan
minimum 14%
Apa itu regangan minimum?
Regangan
adalah pertambahan panjang benda uji ketika ditarik, nilai regangan yang lebih
besar menujukkan tingkat daktilitas material yang lebih baik. Artinya ketika
mencapa nilai Kuat Tarik Maksimum yang sama, maka BJTS 420B bisa lebih besar
regangannya sebesar 14% dibanding BJTS 420A yang hanya sebesar 9%.
Pada
konsep bangunan tahan gempa, tidak hanya tergantung pada kekuatan saja, melainkan juga ada aspek lain yaitu daktilitas dan Kekakuan. Jika yang diandalkan hanya kekuatan saja, maka semakin
besar mutu yang digunakan akan semakin kuat, namun aspek daktilitas tentu tidak
akan dipenuhi.
Penjelasannya
kira-kira seperti ini, dalam desain suatu bangunan selalu ada aspek beban yang
tidak bisa dihindari, yaitu beban gempa. Apakah jika bangunan sudah di desain
dengan beban gempa tertentu, berarti tidak ada kemungkinan sama sekali
terlampaui? Tentu tidak, kemungkinan terlampaui itu pasti ada, oleh karena itu
prinsip bangunan tahan gempa adalah bukan pada seberapa kuat bangunan itu
menahan gempa, tetapi bagaimana perilaku bangunan tersebut ketika terjadi gempa
yang melebihi beban gempa recananya? Dan apabila gempa rencana terlampaui (Kuat
gempa terjadi melebih Kuat rencana), maka diharapkan perilaku struktur masih
pada kondisi inelastis, yaitu bangunan tidak langsung runtuh seketika,
melainkan ada jeda waktu untuk penghuninya menyelamatkan diri nya. Itulah
prinsip bangunan tahan gempa yang ideal. Kondisi tersebut hanya akan terjadi
jika daktilitas material yang digunakan memenuhi syarat.
Itulah
kenapa prinsip Kekuatan, Kekakuan, dan Daktiltas tidak bisa saling meniadakan.
Ketiganya harus proporsional sesuai ketentuan yang terdapat dalam kaidah
perencanaan tahan gempa SNI 1726 2019.
Berdasarkan
penjelasan diatas, kita jadi tahu bahwa BJTS 420B lebih baik dalam daktilitas
dibandingkan BJTS 420A. Selain itu, baja mutu tinggi (BJTS 520 keatas) juga memiliki
daktilitas yang lebih rendah dari BJTS 420B. Sehingga Untuk perencanaan
bangunan di wilayah dengan area gempa yang tinggi, penggunaan mutu baja
tulangan yang tepat adalah BJTS 420B. Kecuali pada area wilayah tidak rawan
terjadi gempa atau tingkat seismisitas yang rendah maka dibolehkan menggunakan
BJTS 420A.
Kembali
lagi ke Judul diatas,
Apa yang harus dilakukan
ketika hasil pengujian besi dilapangan tidak memenuhi standar?
Pengujian
material menjadi syarat mutlak yang harus dilakukan oleh Kontraktor (Pelaksana)
dengan diawasi oleh Pengawas (MK) sebelum material tersebut digunakan. Hal ini
tertuang dalam spesifikasi dan rencana teknis atau rencana kerja dan syarat
(RKS) suatu dokumen kontrak yang telah disusun oleh konsultan perencana. Adanya
uji material tersebut untuk meyakinkan bahwa material tersebut sudah sesuai
dengan standar SNI dan menjadi bahan evaluasi perencana (konstruktor) ketika
hasil uji nanti ternyata terdapat perbedaan atau tidak memenuhi.
Sebagai
contoh, penulis akan melampirkan salah satu hasil uji tarik besi tulangan
dengan mutu BJTS 420B salah satu proyek yang mana penulis sebagai bagian dari
perencanaan. Pengawas(MK) meminta kami sebagai perencana untuk mengevaluasi
hasil tersebut apakah sudah sesuai atau belum. Berikut tabel hasil perhitungan
uji kuat tarik baja tulangannya.
Berdasarkan tabel diatas, akan dilakukan
pengecekkan terhadap hasil uji tarik baja tulangan diameter 19 mm (D19) dan
diameter 22 mm (D22) dengan masing-masing tiga sampel uji.
Menurut hemat penulis, berdasarkan
kriteria yang ditetapkan oleh SNI 2052
2017, kita dapat membagi atau melakukan
verivikasi hasil uji menjadi 5
(Lima) bagian, yaitu:
1. Pengecekkan
Diameter Tulangan
2. Pengecekkan
Berat Tulangan
3. Pengecekkan
Regangan/Elongasi
4. Pengecekkan
Tegangan
5. Pengecekkan
Rasio Tegangan
1.
Pengecekkan
Diameter Tulangan
Menurut
SNI 2052 2017, toleransi diameter tulangan hanya
dilakukan pada baja tulangan Polos atau BJTP, hal ini dikarenakan bentuk
polos tanpa ulir sangat mudah untuk diukur diameternya dibandingkan tulanga
sirip atau ulir. Oleh karena itu, tulangan sirip/ulir sebagai gantinya akan
dilakukan pengecekkan terhadap berat tulangannya.
(SUMBER: SNI 2052 2017)
Dikarenakan
dalam contoh kali ini tidak ada tulangan polos, maka kita akan lanjutkan pada
pengecekkan kedua yaitu berat tulangan.
2.
Pengecekkan
Berat Tulangan
Khusus
untuk tulangan ulir/sirip perlu dicek terhadap toleransi berat nya sebagaimana
gambar berikut.
Berdasarkan
tabel diatas, nilai toleransi berat tulangan diameter 19mm dan 22mm adalah 5%
yang mana dapat dihitung dengan rumus berikut.
Berat
aktual adalah berat yang dihitung secara aktual sesaui laporan hasil uji
diatas, sedangkan berat nominal adalah berat yang dihitung sesuai diameter
tulangan tersebut atau sesuai tabel dalam SNI 2052 2017 berikut.
Berdasarkan
gambar diatas, maka secara nominal tulangan diameter 19 mm memiliki luas
penampang sebesar 2,226 kg/m sedangkan tulangan diameter 22 mm adalah 2,984
kg/m. Berikut dibawah ini merupakan hasil pengecekkan toleransi berat
tulangannya.
Berdasarkan
perhitungan pada tabel diatas, terlihat bahwa untuk sampel tulangan diameter 19
mm telah memenuhi toleransi berat yang di syaratkan oleh SNI dimana nilainya
lebih kecil dari 5%. Sedangkan untuk tulangan diameter 22 mm terdapat dua
sampel uji yang tidak memenuh, sehingga secara rata-rata juga tidak masuk
persyaratan.
Berat
tulangan ini sebenarnya berkaitan dengan diameter, jika selisih persentase
berat semakin besar (>5%) maka bisa disimpulkan bahwa diameter tulangan
aktual juga lebih kecil dari yang seharusnya. Diameter tulangan berbanding
lurus dengan luas penampang dan kuat tarik, maka diameter yang kecil juga akan memperkecil
kemampuan tarik dari tulangan tersebut.
Maka
dari itu, perlu di cek kembali perhitungan desain balok, kolom, pelat, dan
struktur lainnya yang menggunakan diameter aktual tersebut diatas. Namun,
sebelum itu ada baiknya kita cek terlebih dahulu nilai mutu tegangan aktualnya,
karena salah satu variabel dari rumus kuat tarik diatas ada nilai fy (kuat
leleh).
Melihat tabel diatas, bisa kita
simpulkan bahwa diameter tulangan ketika diukur secara aktual tidak sama persis
nilainya sesuai dengan kode nominalnya. Ini tentu sebenarnya hal yang wajar,
karena untuk mencapai keakuratan 100% adalah mustahil, sehingga dalam SNI masih
diberikan batasan toleransinya. Jika sudah melebihi toleransi yang disyaratkan,
maka pasti akan berpegaruh ke volume dan tentu kekuatannya.
3.
Pengecekkan
Regangan/Elongasi
Sebagaimana sudah
dijelaskan sebelumnya, regangan/elongasi ini erat kaitannya dengan daktilitas.
Semakin besar regangan maka semakin baik, artinya untuk mencapai nilai tegangan
tertentu maka akan juga menghasilkan suatau regangan. Semakin kecil regangan
berarti semakin kecil waktu terjadinya kondisi inelastic dan ini yang tidak
diharapkan dalam konsep tahan gempa. Untuk lebih jelas saya ilustrasikan
sebagai berikut ini.
Berkut
penjelasan grafik diatas:
- Grafik diatas terdiri dari dua grafik tegangan-regangan baja dengan nilai Mutu Fy dan Fu yang sama, grafik 1 warna biru dan grafik 2 warna merah yang mana mengilustrasikan BJTS 420A(biru) dan BJTS 420B(merah).
- Kondisi elastis baja yaitu kondisi dimana perbandingan tegangan dan regangan adalah sama, dan terjadi sebelum mencapai batas kuat leleh (fy). Artinya jika nilai fy belum terlampaui bisa dipastikan baja tulangan tersebut masih bersifat elastis dan bentuknya linear. Inilah kenapa Modulus Elastisitas baja selalu sama 200.000 MPa, karena kondisinya adalah linear dimana perbandingan tegangan/regangan selalu sama. Berbeda dengan beton yang bentuk grafik nya adalah non-liniear. Sehingga nilai modulus elastisnya pun berbeda-beda tergantung nilai teganganya. SNI merumuskan nilai modulus beton Ec = 4700√f’c
- Kondisi Inelastis (plastic + strain hardening) adalah kondisi dimana ketika terjadi pertambahan tegangan maka bentuk baja sudah tidak bisa kembali ke ukuran semula, artinya regangan bertambah dan tidak bisa kembali lagi
- Perbedaan BJTS 420A da 420B terletak pada lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik runtuh atau lama waktu kondsi inelastis nya. Tulangan BJTS 420A memiliki regangan maksimum yang lebih kecil dibanding BJTS 420B
- Batas minimum regangan ini sangat penting, sebab dalam desain kita akan merencanakan tulangan tarik akan mencapai leleh duluan sebelum beton mengalami keruntuhan. Ketika tulangan sudah mencapai leleh maka selanjutnya dia akan bersifat plastis sampai mencapai tegangan/kapasitas maksimum sebelum akhirnya terjadi failure/patah. Waktu yang dibutuhkan selama kondisi inelastis inilah tergantung dari kemampuan baja tersebut mencapai regangan maksimumnya.
- Konsep bangunan tahan gempa menerapka prinsip bahwa gedung boleh rusak ketika terjadi beban gempa yang besar (melebihi beban rencana) tetapi tidak langsung runtuh seketika, hal ini dapat terwujud dengan mengharapkan bahwa tulangan akan mencapai leleh duluan sebelum beton hancur/luluh. Sebagaimana grafik beton, kurvanya tidak memiliki kondisi leleh, sehingga ketika sudah mencapai batas maksimum beban, beton akan langsung hancur. Berbeda dengan baja tulangan yang memiliki kondisi leleh/necking dimana hal ini bisa sebagai tanda bahwa bangunan akan rusak, sehingga memungkinkan penghuni nya menyelematkan dirinya.
- Kondisi sebagaimana penjelasan di poin nomor 6 diatas hanya dapat terwujud jika menggunakan material yang memiliki tingkat daktilitas yang baik, dan ini diatur oleh SNI 2052 2017, sehingga pemilihan karakteristik baja tulangan tidaklah sembarangan. Bukan berarti semakin tinggi mutu semakin baik, tetapi yang diharapkan adalah daktilitasnya.
Menurut
SNI 2052 2017, kode BJTS 420B untuk tulangan diameter 19mm harus minimal
memiliki regangan/pertambahan perpanjangan sebesar 14%. Sedangkan untuk
diameter 22mm adalah sebesar 12%.
Mari
kita lihat hasil uji tarik diatas.
Hasil
tersebut menunjukkan bahwa semua sampel telah memenuhi syarat regangan minimum.
Sehingga kemampuan daktilitas yang diharapkan oleh baja tulangan tersebut sudah
sesuai dengan ketentuan dalam SNI 2052 2017.
4.
Pengecekkan
Tegangan (Mutu Tulangan)
Tegangan dibagi dua yaitu saat
kondisi leleh (fy) dan kondisi ultimate (Fu). Kenapa nilai fy selalu dijadikan
acuan dalam hitungan? Kenapa bukan Fu saja?
Sebagaimana sudah saya jelaskan
sebelumnya, nilai Fy (leleh) adalah kondisi dimana baja akan berperilaku tidak
lagi elastis, melainkan inelastis. Sehingga nilai fy biasa disebut sebagai
batas elastis suatu material baja. Dalam hitungan kita mendesain bahwa bangunan
dalam masa layannya harus bersifat elastis, sehingga kondisi inelastis/plastis
hanya terjadi ketika beban gempa telah melampaui beban rencana.
Berdasarkan SNI 2052 2017 BJTS 420B
ditetapkan nilai fy minimal adalah 420 MPa, dan Fu minimal adalah 525 MPa.
Beriktut hasil uji tegangan tariknya.
Berdasarkan tabel diatas, nilai mutu
baja fy maupun fu sudah memenuhi persyaratan minimal sesuai kelas bajanya yaitu
BJTS 420B. Dari tabel itu juga kita bisa menyimpulkan bahwa nilai tegangan
leleh maupun ultimate terkadang bisa lebih besar sekali atau mendekati nilai
minimumnya. Mutu Tegangan ini berkaitan dengan konsep Kekuatan, semakin besar nilai fy, maka semakin kuat penampangnya.
5.
Pengecekkan
Rasio Tegangan (Fu/Fy)
SNI 2052 2017 sudah mensyaratkan
semua jenis kelas baja tulangan ulir/sirip/BJTS harus memiliki selisih nilai
tegangan ultimate dan tegangan leleh sebesar 1.25 atau artinya setelah kondisi
leleh, baja tersebut diharuskan memiliki setidaknya kenaikan tegangan sebesar
25% lagi sebelum akhirnya patah.
Kenapa demikian?
Kalau tadi regangan minimum adalah
syarat daktilitas yang ditinjau dari pertambahan panjang atau regangan, maka
rasio tegangan ini adalah syarat daktilitas dari sisi tegangannya.
Semakin besar selisih tegangan maka
akan semakin baik.
Berikut hasil pengecekkan rasio nya.
Secara rasio sudah memenuhi.
Kesimpulan
Kembali lagi pada pertanyaan diawal
tulisan ini, kesimpulan apa yang bisa diambil jika seandainya hasil-hasil
tersebut diatas tidak masuk/memenuhi standar?
- Jika diameter tulangan/berat tulangan tidak memenuhi, maka cek saja nilai Tegangan leleh nya, hubungan antara diameter (d) dan nilai tegangan leleh (fy) berkaitan dengan kemampuan gaya tarik yang dihasilkan oleh satu buah tulangan. Jika diameter aktual lebih kecil dari nominalnya, biasnaya tegangannya selalu tinggi (fy > 420 MPa), maka selanjutnya dicek saja atau diubah nilai diameter dan fy sesuai dengan nilai aktual pada perhitungan strukturnya. Jika masih masih masuk secara kapasitas, maka secara kekuatan struktur masih dinyatakan aman.
- Jika nilai Tegangan lebih kecil dari nilai tegangan nominal (fy < 420 MPa), maka ini tentu tidak bisa ditoleransi, sudah pasti gaya tarik satu tulangan akan berkurang. Jika baja tulangan tersebut tetap dipertahankan, maka perlu redesain jumlah tulangan yang akan digunakan, sehingga secara kapasitas masih memenuhi.
- Jika regangan minimum dan rasio tegangan tidak memenuhi persyaratan yang ditunjukkan oleh SNI 2052 2017, maka sebenarnya secara kekuatan tidak ada masalah, tetapi secara kemampuan DAKTILITAS nya tentu tidak lagi terpenuhi. Padahal daktilitas ini sangat penting bagi perencanaan bangunan tahan gempa.
*Note : Saat ini dengan dikeluarkan nya Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 13/SE/M/2019 tentang Penggunaan Baja Tulangan Beton sesuai Standar Nasional Indonesia, maka SNI 2052 2017 wajib digunakan sebagai acuan penggunaan baja tulangan beton di Indonesia.
Berikut Link nya.
https://jdih.pu.go.id/internal/assets/plugins/pdfjs/web/viewer.html?file=https://jdih.pu.go.id/internal/assets/assets/produk/SEMenteriPUPR/2019/09/SE13-2019.pdf