Selasa, 09 Oktober 2018

Peta Gempa 2017






Peta Gempa yang baru saja dirilis tahun 2017 ini merupakan penyempurnaan dari peta gempa 2010 untuk Indonesia yang pengaplikasiannya dijelaskan dalam peraturan SNI gempa 1726-2012.

Apa perbedaannya?

Tentu saja peta gempa yang baru ini memiliki sumber gempa yang jauh lebih banyak dari sebelumnya. Pada peta gempa 2010 misalnya terdapat 81 patahan (sumber gempa) aktif, sedangkan pada peta gempa 2017 ini memiliki 295 patahan aktif, Ini artinya terdapat 214 sumber gempa baru yang sebelumnya tidak diketahui. Di pulau Jawa sendiri muncul banyak sesar (patahan) aktif baru, salah satunya sesar Merapi-Merbabu dengan pergerakan 1mm/tahun yang sebelumnya tidak ada di peta gempa 2010. Dan tentu saja masih banyak patahan-patahan lain di Pulau Jawa.

Apa dampaknya?

Tentu bagi perencana (struktural Engineer) kedepannya berdasarkan peta gempa yang baru ini akan menghasilkan hasil desain bangunan/gedung yang jauh lebih boros (lebih kuat pastinya) dari sebelumnya, Hal ini dikarenakan letak sumber-sumber gempa baru tersebut memiliki kerentanan yang besar terhadap bahaya gempa. Walaupun itu masih ada parameter-parameter lain berupa kondisi tanah sebagai media penyalur (amplifikasi) getaran gempa yang juga perlu dipertimbangkan sebagai bagaian dari mikrozonasi hazard dan resiko gempa.

Apakah Peta 2017 ini sudah bisa digunakan?

Tentu saja kita masih menunggu peraturan gempa yang baru, revisi dari SNI gempa 1726 2012 yang akan mengatur Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung di Indonesia sesuai peta gempa 2017 yang baru ini.

Yogyakarta, 8 Oktober 2018







 Sumber Gambar : PPT Seminar Hari Kebencanaan BNPB 2017

Senin, 30 Juli 2018

PELAJARAN BERHARGA




PELAJARAN BERHARGA

Pernah kah kita berfikir sudahkah kita berbuat jujur dalam kehidupan kita sehari-hari?
Entah apapun itu yang kita lakukan, kecil maupun besar, mungkin saja nilai-nilai kejujuran masih belum sepenuhnya kita terapkan. Hal kecil seperti berbohong demi terlihat baik dimata orang lain, atau bahkan membuat berbagai alasan-alasan tertentu hanya untuk menghindari sesuatu yang tidak kita inginkan. Padahal dari kecil kita selalu diajarkan untuk selalu berbuat jujur, baik dalam perkataan maupun perilaku. Entahlah, apa yang membuat manusia selalu luput dari pelajaran berharga ini.

Masih terbesit dalam ingatan ketika Aku dan Ibuku sedang makan di salah satu tempat rumah makan di Jogja, tiba-tiba datang seorang anak kecil berumur kurang lebih 10 tahun, berpakaian rapih dan membawa tas ransel di pundaknya menghampiri kami. Awalnya saya kira si adik hanya ingin menyapa kami, namun ternyata dia menawarkan dagangannya. Dagangannya? Seorang anak kecil polos yang seharusnya diumur seperti itu menikmati masa kanak-kanaknya bukan? Sunggu tak habis pikir aku dibuatnya. Namun, ini nyata, benar adanya, si adik membawa sejumlah kerupuk yang tersimpan rapih dibalik ranselnya itu, “berapa harga nya dek?” Tanya ibu memecah keheningan lamunanku. “Satu nya tiga ribu”, jawabnya singkat dengan suara agak pelan namun masih terdengar cukup jelas. Sesuatu yang wajar jika ada yang mengalami hal seperti ini pasti di dalam hatinya akan terbesit rasa iba dan perasaan ingin membantu dan menolong, Itulah yang kami rasakan kala itu. Kemudian ibuku mengeluarkan selembar uang nominal yang cukup besar jika dibandingkan dengan harga satu buah kerupuk itu, niatnya sih, si adik mau menerimanya dan tidak usah memberikan kembaliannya. Namun, hal mengejutkan terjadi, ternyata adiknya menolak pemberian uang itu. Walau sudah dijelaskan bahwa ini uangnya ikhlas kok buat adek, adik ambil saja uangnya gapapa, Tapi balasannya tetap sama, “nggak bu, nggak mau bu, uang pas saja”.

Hmm… Seketika aku pun terkejut dibuatnya, Selama ini yang aku pernah alami, ketika kita memberikan uang lebih tanpa meminta kembalian, pasti balasan yang diterima adalah ucapan terima kasih dan diikuti perasaan senang yang luar biasa. Tapi berbeda dengan adik kecil ini, dia malah tidak tertarik sama sekali dengan sejumlah uang lebih yang diberikan atas hasil jualannya itu. Adik ini berbeda, walaupun umurnya yang masih kecil, dia berhasil menununjukkan eksistensi harga diri nya sebagai seorang pedagang yang sedang bertransaksi dengan pembeli, seolah-olah kita dibuatnya membeli barang dagangannya bukan dari segi perasaan iba, kasian, atau ketidakbutuhan atas barang jualannya. Sekali-kali tidak, adik ini menunjukkan kualitas kejujuran yang ada pada dirinya, suatu kejujuran dalam diri yang sekarang sulit sekali ditemukan oleh banyak orang dimanapun, Kejujuran dalam bertransaki, tidak lebih tidak kurang, apa yang kita beli, kita sepakati harganya sesuai dengan yang di tawarkan, tidak boleh lebih, tidak kurang. Jika lebih seolah-olah seperti kita tidak menghargai barang dagangannya, hanya perasaan iba terhadap penjualnya, bukan tertuju terhadap barang, padahal fokus antar penjual-pembeli adalah barang/jasa yang ditawarkan bukan? Adik ini sekali lagi berhasil membuat dirinya sebagai seorang penjual yang berhasil membuat pembeli nya mengesampingkan perasaan kasihan, iba terhadap dirinya, melainkan fokus terhadap kerupuk yang jadi objek jualannya itu.

Luar biasa!!!, dua kata yang mewakili perasaan saya ketika itu terhadap adiknya. Dibalik sosok adik ini, aku tahu betul, pasti ada sosok-sosok yang menjadi panutan dan yang mengajarkannya hal seperti ini, Entah siapapun itu orang tuanya, pamanya, kakek/neneknya, mereka berhasil mengajarkan sebuah Pelajaran Berharga, bukan hanya kepada adik tadi saja, tapi kepada semua orang yang ditemuinya, termasuk saat ini adalah Saya sendiri. Pelajaran bahwa kita tidak boleh menilai seseorang sebelah mata, semua orang adalah sama, yang membedakan hanyalah amal kita kepadaNya, selebihnya hubungan antar manusia adalah sama tidak ada bedanya, dan pelajaran bahwa kita harus lebih bersyukur atas nikmat yang begitu banyak kita dapatkan sampai saat ini, dipertemukan dengan orang-orang baik, yang penuh dengan motivasi, inspirasi dan harapan. Banyak sekali orang diluar sana yang tidak seberuntung kita, namun mereka tetap tegar, tetap memiliki harga diri dengan tidak meminta-minta, tetap berusaha, dan tetap jujur serta bertawakal kepada Allah bahwa rezeki setiap hambanya sudahlah diatur, tidak akan tertukar, tidak akan bertambah maupun berkurang, semuanya sudah pas, dan tinggal menunggu waktunya kapan kita akan mendapatkan rezeki kita masing-masing itu dengn cara yang tidak akan kita sangka-sangka.

 Singkat cerita, kami pun akhirnya membeli dagangan adik itu sesuai dengan harganya, tidak lebih tidak kurang, bukanlah karena tidak ingin memberi, tapi karena adik itu tetap mempertahankan prinsipnya, tidak ingin menerima lebih, yang pas saja. Kami menghargai prinsipnya, prinsip yang harusnya dimiliki oleh orang-orang dewasa diluar sana. Walau begitu, tetaplah terselip dalam doa kami semoga Adik kecil ini dilariskan daganganya, dimudahkan rezekinya, dan bisa menjadi motivasi serta inspirasi buat orang lain yang ditemuinya. Aamiin.


Yogyakarta, 28 Juli 2018

*Note: Gambar diambil waktu KKN, Agustus 2016