Saat itu bulan maret
2018, belum genap sebulan saya bekerja sebagai seorang Engineer di sebuah perusahaan kosultan perencana. Pagi itu seperti biasa kantor masuk jam 08.00 pagi, dan saya
sudah duduk di meja bersiap memulai pekerjaan. Sebagai karyawan baru dengan nol
pengalaman kerja, tentu masih banyak penyesuaian yang harus saya lakukan. Belum
ada gedung yang saya hitung, baru sekedar membuat laporan struktur dari hasil
hitungan yang telah dihitung oleh tenaga ahli struktur. Kami di kantor, sebagai
seorang junior Structural Engineer,
tentu belum boleh langsung menghitung, hanya pekerjaan menyusun dan membuat
laporan dan justifikasi teknis permasalahan kecil sajalah yang bisa dilakukan.
Seiring membuat laporan struktur, perlahan saya mulai belajar, menelaah,
mempelajari, dan mencatat apa-apa saja yang diperlukan seorang Engineer dalam menghitung bangunannya.
Sehingga kedepannya saya sudah mulai bisa mandiri menghitung bangunan-bangunan
gedung bertingkat, namun masih tetap dengan pengawasan dan saran-saran serta
masukkan dari tenaga ahli struktur yang ada.
Masih di hari yang
sama, saya dikabarkan bahwa salah satu proyek kantor lagi terdapat permasalahan
dan perlu justifikasi dari konsultan perencana. Yup, permasalahannya mengenai
elevasi kedalaman pondasi yang direncanakan oleh konsultan. Jadi, menurut
kontraktor, rencana kedalaman pondasi tidak bisa ditembus (digali) oleh alat
kontraktor, saya tidak tahu alat yang digunakan seperti apa sehingga bisa
beranggapan seperti itu, yang pastinya tanah sudah sangat keras dan mentok di
kedalam -2m (gambar rencana = -3m).
Sebagai seorang engineer muda dengan pengalaman yang
belum ada, hanya berbekal pengetahuan yang saya dapatkan di bangku kuliah,
ditambah struktur bangunan ini bukan saya yang hitung, tentu keputusan
pengambilan jenis pondasi, elevasi kenapa harus di kedalaman -3m dengan jumlah lantainya
ada 5, tidak sama sekali saya ketahui saat itu. Tentu hipotesa awal saya
mengatakan bahwa tidak mungkin penentuan -3m tanpa adanya alasan teknis yang
jelas. Kalau misalnya -2m masih mampu, kenapa tidak disitu saja? Selisih 1m itu
bukan perkara yang sepele, kalau dijadikan volume bisa jadi duit yang tidak
sedikit kan.
Berbekal pengetahuan
yang saya dapatkan sewaktu kuliah, saya mulai menyusun strategi pemecehan
masalahnya. Pertama-tama saya mulai mengumpulkan sebanyak mungkin data yang
bisa saya dapatkan, diantaranya:
1) Gambar
Struktur
2) Laporan
perhitungan struktur
3) Laporan
penyelidikan tanah
4) File
software Analisis struktur yang
digunakan (ETABS)
5) File
Excel yang dilakukan untuk menghitung.
Karena ini merupakan
proyek tahun 2017, maka saya perlu mencari dokumen kantor di tahun 2017
tersebut. For yet Information, di
kantor setiap file akan disimpan berdasarkan tahun project pada server masing-masing, sehingga jika kita
ingin melihat file-file ditahun sebelumnya perlu untuk masuk ke server yang berbeda terlebih dahulu. Alhamdulillah,
karena masih setahun yang lalu proyek perencanaannya maka tidak terlalu sulit
untuk menemukan semua file yang dibutuhkan.
Ohiya, saya jelaskan
terlebih dahulu kelima poin diatas ya..
Pertama, kenapa gambar struktur sangatlah penting, karena dari sini kita bisa
lebih jelas melihat denah struktur secara keseluruhan, apakah justifikasi engineer menjadi berbeda ketika digambar
oleh drafter juga akan terlihat.
Untuk mengeceknya saya membandingkannya dengan laporan perhitungan struktur yang ada. Ternyata saya tidak menemukan adanya
kesalahan pada proses penerjemahan informasi dari engineer kepada drafter,
artinya seorang drafter tersebut
telah menyelesaikan tugasnya dengan baik untuk menggambar sesuai estimasi dan
perhitungan si engineer. Kemudian
saya perlu membuka file Excel bagian perhitungan pondasi untuk
mempelajari perhitungannya. Dari sini saya sedikit kebingunan, wajar saja
karena membaca program perhitungan excel buatan orang lain itu sangat sulit dan
pusing melihatnya. Mungkin karena bukan kita sendiri yang buat ya, sehingga
kita tidak tahu secara detail proses perumusan yang digunakan seperti apa. Hmm…
karena terlalu membingungkan dan saya juga tidak menemukan hasil apa-apa, saya
kemudian memutuskan untuk membuat program excel sendiri saja, tentu alur
perhitungannya harus bersumber pada sumber yang terpercaya. Untuk itu kemudian
saya memerlukan file ETABS yang sudah ada, sehingga tidak perlu
memodelkan ulang dari awal untuk mendapatkan besarnya beban aksial yang akan
diterima oleh pondasi. Selanjutnya, pasti laporan penyelidikan tanah akan sangat saya butuhkan untuk menentukan
keefektifan penentuan kedalaman pondasi yang ada dibandingkan dengan beban
aksial bangunan tersebut.
Proses pembuatan
program excel Alhamdulillah tidak terlalu lama, dengan mengikuti contoh
perhitungan pondasi dangkal yang ada di PPT kuliah prof.Widodo (UII) maka semua
bisa terselesaikan dengan baik. Kenapa yang diambil bersumber dari materi
kuliah prof.Wid, karena kebetulan tipe pondasi yang digunakan adalah
Footplat+Siklop dan pada sumber tersebut sama persis perhitungan jenis
pondasinya. Beginilah tampilan program excelnya:
Program Excel telah
selesai, what next?
Selanjutnya adalah
menjalankan program ETABS dengan membuka file yang dulu sudah pernah dikerjakan
untuk kemudian selanjutnya dicek berapa beban aksial dan momen yang akan
diterima oleh pondasi.
Dari hasil analisis
struktur ditemukan beban aksial pada pondasi adalah sebesar 420 Ton dan momen
sebesar 21.4 Tm. Selanjutnya nilai ini dapat di input kedalam program excel yang telah dibuat tadi.
.
Finally,
kita masuk ke tahapan terakhir sebelum pengambilan keputusan, apa itu? Ya tentu
saja dan bukan lain adalah data penyelidikan tanah. Ohiya, data tanah ini merupakan
data yang memuat informasi kekuatan tanah dari hasil pengujian langsung di
lokasi maupun dengan pengambilan sampel untuk kemudian dicek oleh laboratorium
tanah.
Data tanah yang di
ambil pada proyek ini berupa 4 (empat) buah data sondir, dan 1 (satu) buah data
bor. Apa beda keduanya? Kenapa bisa beda? Mungkin perlu pembahasan sendiri
mengenai ini ya.. kalau disini akan terlalu panjang penjelasannya.
Penentuan kebutuhan
jumlah sondir/bor biasanya ditentukan oleh perencana dengan mengacu pada SNI
8640 2017 tentang Persyaratan Perancangan Geoteknik. Namun, terkadang juga di
dalam KAK (Kerangka Acuan Kerja) yang dibuat oleh pemberi tugas (owner) sudah
tercantum jumlah sondir/bor yang harus dilakukan oleh perencana. Dalam kasus
ini, saya tidak tahu yang menentukan jumlah sondir/bor adalah siapa, apakah
sudah terdapat dalam KAK waktu itu ataukah murni merupakan justifikasi engineer.
Berdasarkan
keempat data sondir tersebut di atas, jika kita membagi menjadi dua yaitu
elevasi kedalaman -2m dan kedalaman -3m maka akan terlihat pada tabel berikut.
Nilai
tahanan konus (qc) pada kedalaman -2.00 meter memiliki nilai yang bervariasi
mulai dari 20 kg/cm2 sampai yang terbesar adalah 100 kg/cm2.
Kenapa bisa bervariasi? Hal ini tentu saja dikarenakan tanah itu adalah sesuatu
ketidakpastian, setiap tempat dimanapun di dunia ini pasti memiliki
karakteristik jenis tanah yang tidak akan pernah sama satu dengan yang lainnya.
Selain itu tanah itu tidak seperti kue lapis yang mana lapisan-lapisan nya akan
tersusun rapih sesuai elevasi kedalaman tertentu, melainkan bisa berbeda-beda
seperti terlihat pada tabel diatas. Saya teringat akan perkataan seorang dosen
sewaktu kuliah, begini kira-kira permyataannya “Sesuatu yang pasti dari tanah itu adalah suatu ketidakpastian”.
Sedangkan
tahanan konus pada semua titik sondir di kedalaman -3m (sesuai perencanaan)
adalah sebesar 250 kg/cm2. Hal ini bisa menjadi justifikasi bahwa pada
kedalaman tersebut merupakan tanah keras. Dengan harapan 4 (empat) sampel sondiri
tersebut bisa mewakili data seluas area proyek tersebut.
Bagaimana
dengan hasil pegujian titik bor?
Titik
bor menunjukkan bahwa pada kedalaman -2,5m sudah menunjukkan tanah keras dengan
nilai NSPT 50. Selain itu terlihat juga bahwa kedalam diatas 3m tanah sudah
stabil sebagai dasar elevasi pondasi.
Selanjutnya
adalah menggabungkan antara nilai beban aksial (P), momen (M) yang bekerja pada
struktur bangunan dengan nilai kemampuan tanah dalam menerima beban atau
tahanan konus (qc).
Dari
tabel diatas, menunjukkan bahwa apabila pondasi diletakkan pada kedalaman -2m
maka pondasi tersebut tidak akan mampu menerima beban struktur diatasnya, dan
akan aman apabila diletakkan pada kedalaman -3m.
Tentu
saja perhitungan diatas berdasarkan data-data yang ada, dan dari hasil
perhitungan perencana adalah sebagaimana ditunjukkan oleh tabel diatas. Namun,
apakah hasil diatas bisa sepenuhnya menunjukkan bahwa asumsi kontraktor adalah
salah dan perencana ada benar? Tentu tidak semudah itu untuk menyimpulkan, ada
banyak faktor yang bisadijadikan referensi lain kenapa hal itu bisa tejadi
(perbedaan persepsi tanah keras). Berikut saya jabarkan beberapa alasannya.
1. Keterbatasan
data tanah
Bisa
dikatakan jika ingin tepat sasaran, maka setiap kolom perlu dilakukan pengujian
tanahnya, maka hal ini akan jauh lebih akurat, dan setiap kolom kemungkinan
akan memiliki desain kedalaman pondasi yang berbeda-beda. Namun, bisa
dibayangkan berapa total rupiah yang akan dihabiskan? Dalam satu bangunan pasti
ada puluhan kolom, dan jarak antar kolom pun tidak terlalu jauh, oleh karena
itu dengan menggunakan ilmu statistik dan melihat peluang distribusi kekuatan
tanah dari jarak dan luasan maka bisa di efisiensi dengan tidak harus setiap
kolom tersebut untuk dilakukan pengujian. Sebagaimana diatur dalam SNI 8640
2017, maka estimasi jumlah kebutuhan sondir/bor bisa diukur berdasarkan luasan
tapak dan tinggi bangunan. Mungkin saja, ketika kontraktor melakukan penggalian
tepat pada tanah tersebut dikedalaman -2m sudah keras (nilai konus yang besar)
dan tepat pada titik tersebut bukanlah titik diman uji sondir.bor dilakukan. Namun,
sebagai perencana dasar acuan tetaplah data dimana berdasarkan data tersebutlah
justifikasi seoang engineer diambil, dan bukan berdasarkan persepsi di lapangan
saja.
2. Alat
yang digunakan kontraktor sebagai acuan tanah keras
Disini
kembali lagi kepada penilaian yang subjektif jika kontraktor menyimpulkan tanah
tersebut keras hanya dikarenakan alat yang digunakan sulit menembus lapisan
tanah dibawahnya. Seberapa kuatkah kapasitas alat tersebut? Apakah bisa
dijelaskan dengan suatu angka/parameter kekuatan tanah? Tentu tidak bisa,
selain itu, apabila menggunakan penangkapan visual apakah cukup dengan melihat
tanah tersebut bisa dilakukan justifikasi kekerasan suatu lapisan tanah? Tentu
tidak bisa. Kenapa? Karena untuk menjustifikasi apakah tanah tersebut cukup
keras haruslah dibandingkan dengan seberapa besar beban yang akan diterima oleh
tanah tersebut? Jika bangunan hanya dua lantai mungkin bisa saja asumsi tanah
keras tersebut tepat, tapi bagaimana dengan bangunan lima lantai? Belum tentu
sama kan? Disinilah informasi beban bangunan tersebut begitu penting dan harus
menjadi dasar juga dalam penentuan kedalaman pondasi selain adanya data pengujian
tanah berupa sondir/bor.