Minggu, 03 Maret 2019

PERBEDAAN PERSEPSI ELEVASI PONDASI FOOTPLAT + SIKLOP KONTRAKTOR DAN PERENCANA


Saat itu bulan maret 2018, belum genap sebulan saya bekerja  sebagai seorang Engineer di sebuah perusahaan kosultan perencana. Pagi itu seperti biasa kantor masuk jam 08.00 pagi, dan saya sudah duduk di meja bersiap memulai pekerjaan. Sebagai karyawan baru dengan nol pengalaman kerja, tentu masih banyak penyesuaian yang harus saya lakukan. Belum ada gedung yang saya hitung, baru sekedar membuat laporan struktur dari hasil hitungan yang telah dihitung oleh tenaga ahli struktur. Kami di kantor, sebagai seorang junior Structural Engineer, tentu belum boleh langsung menghitung, hanya pekerjaan menyusun dan membuat laporan dan justifikasi teknis permasalahan kecil sajalah yang bisa dilakukan. Seiring membuat laporan struktur, perlahan saya mulai belajar, menelaah, mempelajari, dan mencatat apa-apa saja yang diperlukan seorang Engineer dalam menghitung bangunannya. Sehingga kedepannya saya sudah mulai bisa mandiri menghitung bangunan-bangunan gedung bertingkat, namun masih tetap dengan pengawasan dan saran-saran serta masukkan dari tenaga ahli struktur yang ada. 


Masih di hari yang sama, saya dikabarkan bahwa salah satu proyek kantor lagi terdapat permasalahan dan perlu justifikasi dari konsultan perencana. Yup, permasalahannya mengenai elevasi kedalaman pondasi yang direncanakan oleh konsultan. Jadi, menurut kontraktor, rencana kedalaman pondasi tidak bisa ditembus (digali) oleh alat kontraktor, saya tidak tahu alat yang digunakan seperti apa sehingga bisa beranggapan seperti itu, yang pastinya tanah sudah sangat keras dan mentok di kedalam -2m  (gambar rencana = -3m). 



Sebagai seorang engineer muda dengan pengalaman yang belum ada, hanya berbekal pengetahuan yang saya dapatkan di bangku kuliah, ditambah struktur bangunan ini bukan saya yang hitung, tentu keputusan pengambilan jenis pondasi, elevasi kenapa harus di kedalaman -3m dengan jumlah lantainya ada 5, tidak sama sekali saya ketahui saat itu. Tentu hipotesa awal saya mengatakan bahwa tidak mungkin penentuan -3m tanpa adanya alasan teknis yang jelas. Kalau misalnya -2m masih mampu, kenapa tidak disitu saja? Selisih 1m itu bukan perkara yang sepele, kalau dijadikan volume bisa jadi duit yang tidak sedikit kan.

Berbekal pengetahuan yang saya dapatkan sewaktu kuliah, saya mulai menyusun strategi pemecehan masalahnya. Pertama-tama saya mulai mengumpulkan sebanyak mungkin data yang bisa saya dapatkan, diantaranya:
1)      Gambar Struktur
2)      Laporan perhitungan struktur
3)      Laporan penyelidikan tanah
4)      File software Analisis struktur yang digunakan (ETABS)
5)      File Excel yang dilakukan untuk menghitung.

Karena ini merupakan proyek tahun 2017, maka saya perlu mencari dokumen kantor di tahun 2017 tersebut. For yet Information, di kantor setiap file akan disimpan berdasarkan tahun project pada server masing-masing, sehingga jika kita ingin melihat file-file ditahun sebelumnya perlu untuk masuk ke server yang berbeda terlebih dahulu. Alhamdulillah, karena masih setahun yang lalu proyek perencanaannya maka tidak terlalu sulit untuk menemukan semua file yang dibutuhkan. 

Ohiya, saya jelaskan terlebih dahulu kelima poin diatas ya..
Pertama, kenapa gambar struktur sangatlah penting, karena dari sini kita bisa lebih jelas melihat denah struktur secara keseluruhan, apakah justifikasi engineer menjadi berbeda ketika digambar oleh drafter juga akan terlihat. Untuk mengeceknya saya membandingkannya dengan laporan perhitungan struktur yang ada. Ternyata saya tidak menemukan adanya kesalahan pada proses penerjemahan informasi dari engineer kepada drafter, artinya seorang drafter tersebut telah menyelesaikan tugasnya dengan baik untuk menggambar sesuai estimasi dan perhitungan si engineer. Kemudian saya perlu membuka file Excel bagian perhitungan pondasi untuk mempelajari perhitungannya. Dari sini saya sedikit kebingunan, wajar saja karena membaca program perhitungan excel buatan orang lain itu sangat sulit dan pusing melihatnya. Mungkin karena bukan kita sendiri yang buat ya, sehingga kita tidak tahu secara detail proses perumusan yang digunakan seperti apa. Hmm… karena terlalu membingungkan dan saya juga tidak menemukan hasil apa-apa, saya kemudian memutuskan untuk membuat program excel sendiri saja, tentu alur perhitungannya harus bersumber pada sumber yang terpercaya. Untuk itu kemudian saya memerlukan file ETABS yang sudah ada, sehingga tidak perlu memodelkan ulang dari awal untuk mendapatkan besarnya beban aksial yang akan diterima oleh pondasi. Selanjutnya, pasti laporan penyelidikan tanah akan sangat saya butuhkan untuk menentukan keefektifan penentuan kedalaman pondasi yang ada dibandingkan dengan beban aksial bangunan tersebut.

Proses pembuatan program excel Alhamdulillah tidak terlalu lama, dengan mengikuti contoh perhitungan pondasi dangkal yang ada di PPT kuliah prof.Widodo (UII) maka semua bisa terselesaikan dengan baik. Kenapa yang diambil bersumber dari materi kuliah prof.Wid, karena kebetulan tipe pondasi yang digunakan adalah Footplat+Siklop dan pada sumber tersebut sama persis perhitungan jenis pondasinya. Beginilah tampilan program excelnya:


Program Excel telah selesai, what next?
Selanjutnya adalah menjalankan program ETABS dengan membuka file yang dulu sudah pernah dikerjakan untuk kemudian selanjutnya dicek berapa beban aksial dan momen yang akan diterima oleh pondasi.

Dari hasil analisis struktur ditemukan beban aksial pada pondasi adalah sebesar 420 Ton dan momen sebesar 21.4 Tm. Selanjutnya nilai ini dapat di input kedalam program excel yang telah dibuat tadi.

.
Finally, kita masuk ke tahapan terakhir sebelum pengambilan keputusan, apa itu? Ya tentu saja dan bukan lain adalah data penyelidikan tanah. Ohiya, data tanah ini merupakan data yang memuat informasi kekuatan tanah dari hasil pengujian langsung di lokasi maupun dengan pengambilan sampel untuk kemudian dicek oleh laboratorium tanah. 

Data tanah yang di ambil pada proyek ini berupa 4 (empat) buah data sondir, dan 1 (satu) buah data bor. Apa beda keduanya? Kenapa bisa beda? Mungkin perlu pembahasan sendiri mengenai ini ya.. kalau disini akan terlalu panjang penjelasannya.

Penentuan kebutuhan jumlah sondir/bor biasanya ditentukan oleh perencana dengan mengacu pada SNI 8640 2017 tentang Persyaratan Perancangan Geoteknik. Namun, terkadang juga di dalam KAK (Kerangka Acuan Kerja) yang dibuat oleh pemberi tugas (owner) sudah tercantum jumlah sondir/bor yang harus dilakukan oleh perencana. Dalam kasus ini, saya tidak tahu yang menentukan jumlah sondir/bor adalah siapa, apakah sudah terdapat dalam KAK waktu itu ataukah murni merupakan justifikasi engineer.  




Berdasarkan keempat data sondir tersebut di atas, jika kita membagi menjadi dua yaitu elevasi kedalaman -2m dan kedalaman -3m maka akan terlihat pada tabel berikut.
Nilai tahanan konus (qc) pada kedalaman -2.00 meter memiliki nilai yang bervariasi mulai dari 20 kg/cm2 sampai yang terbesar adalah 100 kg/cm2. Kenapa bisa bervariasi? Hal ini tentu saja dikarenakan tanah itu adalah sesuatu ketidakpastian, setiap tempat dimanapun di dunia ini pasti memiliki karakteristik jenis tanah yang tidak akan pernah sama satu dengan yang lainnya. Selain itu tanah itu tidak seperti kue lapis yang mana lapisan-lapisan nya akan tersusun rapih sesuai elevasi kedalaman tertentu, melainkan bisa berbeda-beda seperti terlihat pada tabel diatas. Saya teringat akan perkataan seorang dosen sewaktu kuliah, begini kira-kira permyataannya “Sesuatu yang pasti dari tanah itu adalah suatu ketidakpastian”
Sedangkan tahanan konus pada semua titik sondir di kedalaman -3m (sesuai perencanaan) adalah sebesar 250 kg/cm2. Hal ini bisa menjadi justifikasi bahwa pada kedalaman tersebut merupakan tanah keras. Dengan harapan 4 (empat) sampel sondiri tersebut bisa mewakili data seluas area proyek tersebut.
Bagaimana dengan hasil pegujian titik bor?
Titik bor menunjukkan bahwa pada kedalaman -2,5m sudah menunjukkan tanah keras dengan nilai NSPT 50. Selain itu terlihat juga bahwa kedalam diatas 3m tanah sudah stabil sebagai dasar elevasi pondasi.
Selanjutnya adalah menggabungkan antara nilai beban aksial (P), momen (M) yang bekerja pada struktur bangunan dengan nilai kemampuan tanah dalam menerima beban atau tahanan konus (qc).
Dari tabel diatas, menunjukkan bahwa apabila pondasi diletakkan pada kedalaman -2m maka pondasi tersebut tidak akan mampu menerima beban struktur diatasnya, dan akan aman apabila diletakkan pada kedalaman -3m.
Tentu saja perhitungan diatas berdasarkan data-data yang ada, dan dari hasil perhitungan perencana adalah sebagaimana ditunjukkan oleh tabel diatas. Namun, apakah hasil diatas bisa sepenuhnya menunjukkan bahwa asumsi kontraktor adalah salah dan perencana ada benar? Tentu tidak semudah itu untuk menyimpulkan, ada banyak faktor yang bisadijadikan referensi lain kenapa hal itu bisa tejadi (perbedaan persepsi tanah keras). Berikut saya jabarkan beberapa alasannya.
1.      Keterbatasan data tanah
Bisa dikatakan jika ingin tepat sasaran, maka setiap kolom perlu dilakukan pengujian tanahnya, maka hal ini akan jauh lebih akurat, dan setiap kolom kemungkinan akan memiliki desain kedalaman pondasi yang berbeda-beda. Namun, bisa dibayangkan berapa total rupiah yang akan dihabiskan? Dalam satu bangunan pasti ada puluhan kolom, dan jarak antar kolom pun tidak terlalu jauh, oleh karena itu dengan menggunakan ilmu statistik dan melihat peluang distribusi kekuatan tanah dari jarak dan luasan maka bisa di efisiensi dengan tidak harus setiap kolom tersebut untuk dilakukan pengujian. Sebagaimana diatur dalam SNI 8640 2017, maka estimasi jumlah kebutuhan sondir/bor bisa diukur berdasarkan luasan tapak dan tinggi bangunan. Mungkin saja, ketika kontraktor melakukan penggalian tepat pada tanah tersebut dikedalaman -2m sudah keras (nilai konus yang besar) dan tepat pada titik tersebut bukanlah titik diman uji sondir.bor dilakukan. Namun, sebagai perencana dasar acuan tetaplah data dimana berdasarkan data tersebutlah justifikasi seoang engineer diambil, dan bukan berdasarkan persepsi di lapangan saja. 
2.      Alat yang digunakan kontraktor sebagai acuan tanah keras
Disini kembali lagi kepada penilaian yang subjektif jika kontraktor menyimpulkan tanah tersebut keras hanya dikarenakan alat yang digunakan sulit menembus lapisan tanah dibawahnya. Seberapa kuatkah kapasitas alat tersebut? Apakah bisa dijelaskan dengan suatu angka/parameter kekuatan tanah? Tentu tidak bisa, selain itu, apabila menggunakan penangkapan visual apakah cukup dengan melihat tanah tersebut bisa dilakukan justifikasi kekerasan suatu lapisan tanah? Tentu tidak bisa. Kenapa? Karena untuk menjustifikasi apakah tanah tersebut cukup keras haruslah dibandingkan dengan seberapa besar beban yang akan diterima oleh tanah tersebut? Jika bangunan hanya dua lantai mungkin bisa saja asumsi tanah keras tersebut tepat, tapi bagaimana dengan bangunan lima lantai? Belum tentu sama kan? Disinilah informasi beban bangunan tersebut begitu penting dan harus menjadi dasar juga dalam penentuan kedalaman pondasi selain adanya data pengujian tanah berupa sondir/bor.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar